Bab 2 | Hari yang Melelahkan | Novel "Dokter Kanzha" Karya Maffa

 


Cerita sebelumnya


Rumah Sakit Kasih Ibu merupakan tempat kedua yang ternyaman baginya. Karena di tempat ini, ia banyak membantu banyak orang. Khanza menempati ruangan doter umum di rumah sakit tersebut.

Hari ini sangatlah berbeda tak seperti biasanya. Wajah berkerut terlihat dari garis muka Khanza. Rasa ceria Khanza seolah sirna tak ada lagi senyum semerbak yang ia torehkan saat bertemu dengan pasien-pasien. Ia banyak melamun dengan pena yang masih digenggam di atas catatan kecilnya. 

Tok tok tok.

Suara pintu itu terketuk, menyadarkan Khanza akan lamunannya. 

“Iya, silahkan masuk,” sahut Khanza dari dalam ruangannya, mempersilakan seseorang itu masuk ke ruangannya seraya merapikan catatan kecilnya yang disimpan dilaci meja kerjanya.

Ceklek.

“Dok, ini data pasien hari ini yang mau periksa,” ucap seorang suster yang ada di hadapannya seraya menyerahkan file itu kepada khanza. 

“Oh, iya Sus, terima kasih. Nanti saya akan panggil satu-satu. Silahkan suster boleh kembali ke tempat,” titah khanza kepada suster.

***

Tanpa terasa waktu sudah menunjukan pukul 12.00. Khanza masih sibuk dengan bebarapa pasiennya, sedangkan waktu istirahat telah tiba. 

“Sus, masih ada pasien lagi kah hari ini?” tanya khanza kepada suster yang mendampinginya di ruangan praktiknya.

“Masih ada tiga lagi Dok,” ujar sang suster kepada Khanza.

“Baik Sus. Katakan kepada mereka pemeriksaan selanjutnya setelah istirahat saja ya, Sus. Kita buka lagi pukul satu,” titah Khanza sambil mengentakkan tubuhnya di kursi persinggahannya itu. 

“Ah, rasanya penat sekali hari ini,” batin Khanza bergeming. Seraya memijit dahinya yang terasa tegang melewati hari ini yang cukup melelahkan, matanya terpejam melepas penat sejenak. 

Selang beberapa menit untuk beristirahat sejenak, Khanza memutuskan pergi ke kantin. Ternyata cacing-cacing dalam perutnya berkampanye meronta-ronta minta haknya.

Khanza mengambil ponselnya mengirim pesan kepada Nadin melalui pesan hijau itu. Nadin merupakan sahabatnya sekaligus teman sejawat khanza. Mereka bersahabat sejak duduk di bangku merah-putih hingga saat ini, meskipun saat mengambil kedokteran, mereka berbeda kampus. 

Nadin dan Khanza bekerja di rumah sakit yang sama. Akan tetap, mereka berbeda ruangan sehingga setiap akan keluar mereka terlebih dahulu menghubungi satu sama lain.

“Din, ke kantin yuk? Gue laper nih. Gue gak ada temen makan nih,” ajak Khanza melelui pesan aplikasi hijau tersebut.

“Hahaha, makanya jangan kelamaan jomlo, gak ada yang memenin lu makan kan?” balas Nadin seraya meledek Khanza yang selalu mencari teman untuk makan siang. 

“Sorry Zha! Gue lagi sama calon suami gue,” imbuh Nadin. Khanza memandang kata demi kata yang dikirimkan Nadine. Khanza ternganga memandang dua kata terakhir pesan itu. 

“Ah, calon suami? Zejak kapan Nadine bisa berkata seperti itu? Siapakah gerangan calonnya?” batin Khanza.

Tanpa pikir panjang, karena perut sudah tidak bersahaba, ia bergegas menuju kantin rumah sakit tersebut. 

***

“Bukannya itu Nadine, kok dia sama ... , ah coba lah nanti gue tanya dia,” batin khanza.

Khanza menikmati makanan yang telah ia pesan sebelumnya hanya seorang diri. Suasana kantin sangat ramai, para dokter, suster serta penunggu pasien sedang menikmati makan siang. Waktu terus bergulir tak terasa sudah menunjukan pukul 13.00. Khanza bergegas pergi tanpa menghaiskan makanan yang telah ia pesan, hari ini khanza tak mood melakukan aktivitas apa pun. Jika bukan tuntutan pekerjaan mungkin dia akan membolos hari ini. 

***

“Alhamdulillah, semua pasien bisa kutangani hari ini, terasa lelah sekali,” batin khanza, seraya dia menyiapkan laporan analisis para pasien-pasiennya. 

Setelah selesai membuat laporan analisis pasien, Khanza merapikan barang-barang miliknya dan bergegas untuk pulang, mengingat jam praktiknya sudah selesai, tidak ada jadwal jaga malam. Waktu masih menujukan pukul 17.00, maka khanza berencana untuk menemui sahabatnya yang lain yaitu yuni di cafe langganan mereka. Mereka sudah terlebih dahulu melakukan janji untuk bertemu. Namun, ketika baru melangkah beberapa meter saupan suara memanggilnya. 

“Dokter Khanza,” pekik sayup suara dari belakang khanza, seraya mendekati Khanza yang akan bergegas pulang. 

Khanza terhenti, berbalik arah melihat siapa yang memanggilnya.

“Dokter Rian?” heran khanza, mendapati dokter Rian memanggilnya “Ada apa Dok?” imbuh Khanza kepada Dokter Rian.

“Hari ini Dokter Della tidak masuk, karena anaknya sedang sakit. Biskah Dokter Khanza menggantikan Dokter Della untuk jaga malam hari ini? soalnya di bangsal IGD banyak yang izin,” jelas Dokter Rian kepada Khanza.

Khanza terdiam, meresapi setiap kalimat yang Dokter Rian katakan.

“Aduh, gue mana ada janji lagi sama Yuni, gak enak juga nolak permintaan Dokter Rian. Dia kan senior di sini,” batin Khanza.

“Dokter Khanza, are you oke?” tegur dokter Rian yang menyadarkan khanza dalam lamunannya. 

“Eh, Dok, maaf tadi saya sedikit melamun. Jika rasa memang seperti itu, saya siap menggantikan Dokter Della malam ini untuk jaga malam,” jelas khanza yang menerima permintaan Dokter Rian untuk menggantikan tugas Dokter Della. Khanza pun membantalkan niatnya untuk menemui Yuni hari ini. 

Khanza kembali ke ruangannya, menyimpan barang bawaannya, serta mengganti pakaiannya terlebih dahulu sebelum ia menuju ruang IGD. Karena di sana tidak ada tempat menyimpan barang-barangnya. 

Khanza tidak bisa membohongi dirinya sendiri, ternyata lelah ini terus menghantui, tapi ia teringat akan tugasnya yang diemban saat ini. Khanza menyadari betul dari awal ikrar sumpah dokter yang ia lakukan tentu banyak tanggung jawab yang akan ia emban. Segala bentuk tugas apa pun ia akan terima.


Kragilan, 1 Januari 2022




___

Arsip kedua, Minggu 2 Jan 2022

#Komentar Angkatan ke-10

Postingan Populer