Esai Mela Sri Ayuni | Antara Aku, Kamu, dan Masalah Budaya Kita

 



Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa. Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa adalah sekumpulan manusia yang bersatu dalam budaya secara sadar dan juga terikat identitas kesadaran dan identitas ini pada akhirnya dapat memperkuat kesatuan antarmasyarakat.

Dengan keanekaragaman yang dimiliki, negara ini tak jarang dirundung berbagai permasalahan budaya yang dihadapi. Contohnya adanya perselisihan paham antarsuku yang sampai saat ini belum ada solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan budaya tersebut. Ditambah lagi dengan adanya globalisasi yang tidak bisa kita cegah keberadaannya. Ini juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya permasalahan budaya. Sebagai masyarakat madani yang sudah berperadaban maju (civil society) sudah seharusnya kita lebih bijak dalam menerima dan mengelola masalah budaya yang ada.

Indonesia yang bukan negara Islam, tetapi memiliki populasi umat Islam terbanyak di dunia sering sekali menimbulkan masalah budaya. Pada bulan ini, terjadinya masalah budaya dalam hal agama. Misal pengucapan hari Natal bagi umat Islam kepada saudara setanah air kita yang beragama Kristen. Masih menjadi polemik adanya toleransi yang sulit diwujudkan. Padahal kita sering menggaungkan kata ini. Bagi umat Nasrani, orang-orang Islam tidak mencerminkan sebagai warga negara yang baik, tidak menjunjung toleransi, lupa jika kalau mereka hidup di negara yang berbudaya hanya karena mereka tidak mendapat ucapan hari Natal.

Padahal yang sebenarnya umat Islam sangat menghargai perbedaan agama yang ada di indonesia, dengan tidak menggangu hari besar mereka. Dan adapun umat islam yang tidak mengucapkan hari Natal karena ada hal yang menyangkut akidah dalam Islam yang akan membuat rendahnya keimanan seseorang di mata Tuhan-Nya, adanya perselisihan paham ini membuat ketenteraman negara ini berkurang.

Perwujudan budaya yang dimiliki Indonesia biasanya berbentuk ide, tingkah laku, dan benda. Bukan lagi menjadi keunikan dan jati diri bangsa, melainkan menjadi masalah budaya. Masyarakat madani yang telah dibekali dengan pendidikan kewarganegaraan (civic education) sepertinya lupa akan rasa toleransi. Kata toleransi yang sering di gaungkan oleh masyarakat seperti dikurangi maknanya karena toleransi saat ini jauh dari praktik yang sebenarnya terjadi.

Masyarakat sekarang tampak kewalahan karena belum bisa menerima dan mengelola dengan baik karena adanya masalah budaya. Masalah budaya bukanlah masalah kecil yang bisa cepat di selesaikan, melainkan masalah besar yang sering terjadi, tetapi belum menemukan jalan keluar yang baik untuk menghindari dari masalah budaya ini. Amnesia budaya, mungkin kata ini lebih tepat adanya di dalam diri masyarakat seringnya mereka lupa kalau mereka berdiri di atas endapan darah para pahlawan yang telah gugur mendahului kita.

Adanya rasa egosentrisme yang tertanam sehingga membuat masyarakat berpandangan bahwa budayanya lebih baik daripada budaya lainnya, sehingga ini dapat memicu terjadinya gerakan separatisme bahkan ini akan mengancam keutuhan dan kedulatan negara. Suatu negara akan hancur apabila rakyatnya sudah tidak lagi bisa menghargai budaya lainnya dan melupakan jasa para pahlawannya.   

Memang tidak mudah untuk menyelesaikan masalah budaya ini, tetapi cara untuk meminimalisasi agar tingkat masalah budaya di Indonesia menurun. Di antaranya dengan cara mengingat jasa para pahlawan, menghilangkan pandangan etnosentrisme di masyarakat, atau budaya sendiri lebih baik daripada budaya lainnya, mengubah pola pikir yang lebih terbuka dan paham konsep pluralitas (keberagaman) sehingga masyarakat memiliki mindset menerima terhadap segala perbedaan yang ada. Penanaman konsep salah satunya bisa melalui pedidikan multikultural yang ada di pendidikan sekolah dan perguruan tinggi kemudian bisa melakukan sosialisasi langsung ke desa-desa agar masyarakat yang belum mempunyai kesempatan bersekolah mampu menerima pendidikan kewargangaraan dan yang terakhir tanamkan konsep hubbul wathon (cinta negara /nasionalisme) sejak sejak dini yang ada di lingkungan keluarga. 

Adapun tonggak budaya seperti Bhineka Tunggal Ika, bendera merah putih, proklamasi kemerdekaan, Pancasila, Sumpah Pemuda, nama pahlawan, dan banyaknya monumen nasional. Diharapkan mampu menyatukan keanekaragaman suku yang ada di nusantara dan menumbuhkan semangat dan rasa nasionalisme terhadap tanah air.

____

Arsip I #Komentar Angkatan ke-11

Postingan Populer