Cerpen Mela Sri Ayuni - Kecelakaan Nafsu

 Cerpen Mela Sri Ayuni




 

Teng Teng Teng! Suara bel tiga kali yang selalu dinantikan setiap menjelang dzuhur oleh seluruh santri pondok pesantren an-naumi. Kami keluar dari kelas dengan membawa kitab dan pulpen yang telah diajarkan oleh dia, aku berjalan beriringan dengan santri lainnya sembari berbincang mengenai pelajaran tadi yang sudah diajarkan oleh dia.

Sebagai pengasuh pondok pesantren dia selalu memberikan contoh yang baik untuk seluruh santrinya tanpa terkecuali mulai dari bersikap sopan kepada guru dan orang tua, memakai pakaian rapi ketika mengikuti kelas, menjaga lingkungan sekitar, dan lain sebagainya. Kalau harus disebutkan semua tentang budi pekerti baiknya. Aku rasa, tidak akan cukup untuk jabarkan dalam waktu tiga hari.

Dia sudah berkeluarga memiliki satu istri dan tiga anak. Anak pertama perempuan berusia tujuh belas tahun yang sedang menempuh pendidikan agama dipondok temannya, anak kedua pun perempuan berusia sepuluh tahun yang sedang duduk di bangku kelas empat sekolah dasar. dan anak ketiga pun juga sama perempuan yang masih berusia satu tahun Anak bungsunya ini selalu digendong oleh istrinya kemanapun Namun sesekali bila sedang ada keperluan anak bungsunya dititipkan kepada kami. Biasana rumah dia selalu ramai, entah itu dengan dengan suara sholawat para santrinya ataupun suara tangis anak bungsunva.  

Kemarin, salah satu santu mengantarkan anak-anak dan istimava ke kediaman orang tuanya dengan menggunakan sedan hitam berplat nomor M 123 NP untuk menghadiri acara keluarga Dia tidak bisa hadir dalam acara tu karena banyakma kelas yang harus dia isi sera membimbing santri senior dalam memelesaikan hafalan Kint dirumahnya banya ada dia sendiri Suara adzan dzuhur sudah berkumandang, seluruh santri bergegas menuju majlis khusus perempuan untuk memenuhi panggilan-Nya, kecuali aku. Karena hari ini sedang haid, jadi aku hanya berdiam diri didalam kamar merebahkan sejenak tubuh lelah ini diatas kasur sembari menatap langit- langit begitu hening dan sunvi. Seketika teringat kalau hari ini aku kebagian piket membersihkan seluruh bagian rumah dia. "Ya Tuhan malas sekali, inginku rasanya hanya berdiam diri tanpa melakukan apa- apa hari ini. Cukup rebahan dan rebahan saja diatas tumpukan kapuk yang empuk ini" ujar hatiku.

Semager apapun. hari ini aku harus tetap melaksanakan kewajibanku. Karena kalau tidak, aku akan di berikan sanksi oleh senior yang wajahnya tidak simetris itu. Dan yang paling penting aku tidak akan mendapatkan keberkahan ilmu yang diberikan oleh dia kepadaku sewaktu dikelas. Jarak asrama dan rumah dia cukup dekat, hanya butuh waktu lima menit berjalan kaki. Dengan wajah badmood aku tetap berjalan sambil membawa sapu dan pengepel lantai yang ku taruh didalam ember kecil.

Rumah ini tidak begitu besar namun cukup dihuni oleh tujuh orang. Aku menghembuskan nafas kasar sebelum membuka pintu rumahnya dan mengucapkan salam, walau aku tahu sebenarnya tidak akan ada yang menjawab salam karena dia sedang mengimami santri laki laki di masjid pondok Aku menatap setiap sudut rumah ini, dengan nuansa cat berwarna coklat susu, sesuai dengan warna kesukaan istrinya. 

Melihat kamar anak bungsunya yang tidak tertata rapi semua mainan berserakan di lantai Ruangan ini sudah seperti balon yang berisi air namun di pecahkan dengan sengaja, kurang lebih seperti itu kondisi ruangan saat ini. Aku memunguti setiap mainan dari lantai dan meletakkan kembali ke tempat semula. Ketika semua sudah tertata rapi. aku mulai menyapu dan mengepel seluruh sudut ruang rumah ini, kecuali, dapur. Tiga puluh menit berlalu akhirnya tugas selesai. Mengusap kening yang sedikit berkeringat dan meregangkan jari jemari yang kaku, mataku melirik ke arah ruang tamu, disana ada tiga gelas kopi dan asbak rokok yang merusak pemandangan, aku tahu ini pasti bekas temannya yang berkunjung tadi pagi.

 Aku mengambil gelas itu dan membawanya ke dapur Dapur ini begitu penuh dengan perabotan rumah tangga, karena setiap ada diskon gelas cantik istrinya sering sekali memborong dua sampai tiga lusin gelas dan piring, ini hanya sebagian kecil. Belum lagi yang berjejer di lemari hias, gelas sekarang seperti di kurangi fungsinya.

Ceklek. Terdengar suara pintu dengan pelan, namun masih tetap terdengar. Aku merasakan ada seseorang yang masuk ke dalam rumah ini Tetapi tangan dan mataku tetap berfokus pada perabotan kotor yang ada di hadapanku, berusaha untuk tidak peduli dengan suara pintu tadı memasukan perabotan yang sudah di cuci ke dalam rak Ekhem, suara dehem yang menunjukan ada seseorang Aku berbalik badan untuk mengetahui siapa gerangan yang ada di rumah ini selain aku, disana sudah ada seseorang yang bediri tegap, tinggi semapai, berkaus putih, dan bersarung hitam.

Menundukan kepala, karena yang aku lihat adalah dia. Yang sedang mengambil air minum Ekhem, suara dehem yang kedua. Aku tidak tahu apa maksud dari dehemannya, yang jelas dia mendekat ke arahku Dekat, semakin dekat Aku sudah tidak nyaman dengan suasana seperti ini sepi, sunyi, dan senyap Kepalaku masih menunduk tubuhku gemetar, tanganku dingin Tangan kanannya menegelus kepalaku dengan lembut tangan kirinya meraba ke area gusar Aku semakin terpaiok, menoleh kearah kanan. Ada satu gelas kaca berukuran dua puluh senti tangan ku meraih gelas itu Dan, aku reflek melayangkan gelas itu ke bagian pundakma Dia terjatuh kesakitan, aku berlari degan cepat tetapi kaki ku malah menabrak ember yang berisi air bekas mengepel yang belum sempat aku buang, air itu tumpah membasahi ruangan yang baru saja aku pel. Dan akhirnya aku terjatuh. Suasana ruangan ini gelap, dia menutup tirai dan mematikan lampu. Dia berdiri kembali dan berjalan mendekatiku. Tetapi aku bangun dengan cepat, berlari lagi menuju pintu. Ahh, sialnya pintu ini dia kunci. Aku benar-benar ketakutan, tidak ada satu pun orang yang bisa membantu. wajahku memerah, nafasku terisak, aku menangis dan berkata" Tolong jangan lakukan itu!" Dengan nada merintih memohon Dia tersenyum tipis, melayangkan tangannya ke wajahku. memukul hingga kepalaku terbentur tembok, aku terjatuh lalu pingsan.

Dua puluh lima menit berselang, aku sadar dari pingsan. Walau sebenarnya, kepalaku masih pusing tujuh kelilling bekas benturan hebat tadi Melihat pakaianku robek di bagian depan, kerudungku yang berwarna putih terkapar di lantai. Aku meraih kerudung dan memakai dengan asal. Dia sedang berdiri sambil mengikat sarungnya di sudut ruang ini. Aku membuka pintu yang sudah tidak terkunci pergi jauh dari tempat ini tanpa pamit kepada siapa pun, termasuk seniorku. Kaki ini terus berlari menyusuri jalan tanpa tujuan yang jelas, sambil terisak tangis.

Sedan hitam yang berplat nomor M 123 NP berlaju cepat. pengemudi membawa tiga orang penumpang. Satu anak perempuan berumur satu tahun, yang di gendong perempuan paruh baya berpakaian tertutup dan satunya perempuan pula berumur sepuluh tahun Brak terdengar suara tabrakan Di kabarkan pengemudi itu mengantuk hingga menabrak seorang perempuan berkerudung putih yang menyebrang tanpa memberi aba-aba apapun Melihat korban terkapar di tengah jalan dan tak berdaya dengan lumuran darah yang menutupi dasar warna kerudung itu, semua penghuni sedan turun dan membawa perempuan berkerudung putih ini ke ksebuah gedung yang terdapat plang “ Selamat Datang di Pondok Pesantren An-Naumi”. Perempuan ini sudah terbaring lemah diatas kasur bersama bersama keluarga dia, dan perempuan ini adalah, Aku.

Serang, Juli 2022

Postingan Populer